Pasukan lini depan risiko segudang.. Memadaikah Amunisinya ?

Beberapa waktu yang lalu ada komentar dari pembaca yang masuk ke weblog kita ini, bunyinya seperti ini :

mungkin untuk sementara kita alihkan perhatian terhadap sesuatu yang bersifat kemanusiaan, kita singkirkan dulu hal-hal tentang bagaimana cara menyuntik agar tidak sakit, tentang bagaimana cara merawat luka, tentang asuhan keperawatan yang “computerized”, tentang NIC-NOC, tentang akreditasi, tentang ISO, dan tentang hal lain yang bersifat teknis. Tulisan ini ditujukan untuk seluruh perawat RSU Banyumas khususnya, lebih luas lagi petugas medis RSU Banyumas, lebih luas lagi seluruh karyawan RSU Banyumas, dan semua pada umumnya.


Mungkin sudah banyak yang mendengar adanya rekan perawat yang kebetulan karena resiko pekerjaannya, dia terinfeksi bakteri TBC. Sebenarnya sudah lama kasus ini menimpa dia, tapi entah karena tidak dirasa atau hal lain, penulis kurang mengetahui.
Yang menjadi keprihatinan penulis adalah, sungguh ironis hal seperti ini menimpa petugas kesehatan, walau kita tahu bahwa resiko petugas kesehatan adalah kemungkinan terkena infeksi dari pasien. Tetapi bukankah seharusnya juga ada manajemen resiko untuk menghindari atau meminimalisasi resiko, atau setidaknya ada suatu usaha pengobatan yang serius dari awal sehingga tidak semakin parah.
Kita tidak tahu ini salah siapa, dan memang seharusnya kita jangan menyalahkan siapa atau siapa. Tapi kita harus peduli.
Saya bukan perawat, tapi saya berfikir, bagaimana jika hal di atas itu menimpa saya? Atau adik saya? Atau istri saya? Atau anak saya? Atau ibu saya, dan seandainya saya masih kecil yang harusnya bermain dan bercanda dengan ibu?
Untuk saat ini mungkin saya tidak akan menangis, yang mungkin karena air mata sudah habis.

Sesaat setelah membaca komentar tersebut hati saya menjadi trenyuh sekaligus prihatin. Terbayang saat itu wajah teman kita dan wajah orang terdekat yang merupakan teman kita, teman satu profesi, pejuang lini depan pemberi layanan kesehatan terdepan kepada masyarakat. Pejuang terdepan dalam pelayanan kesehatan, teman kita ini terbaring lemah karena penyakit yang didapat dari pasien yang dirawatnya dengan penuh keikhlasan ini terpaksa harus menerima cobaan yang tidak pernah diharapkan oleh semua orang berupa tertular infeksi. Semoga teman kita ini dan keluarganya diberi ketabahan dalam menghadapi ujian ini..

Kejadian seperti ini seingat saya sudah beberapa kali kita dengar bukan hanya di rumah sakit ini, tetapi di beberapa rumah sakit lain, di Indonesia, bahkan di dunia..

Bahwa perawat sangat berisiko untuk tertular penyakit !!! Ibarat prajurit yang bertempur di lini depan sebuah pertempuran perawat itu berisiko terkena “granat”, “ranjau” bahkan “rudal” sekalipun.

Kalau seorang prajurit konon sangat banyak bekal sebelum ke lini depan kancah pertempuran. Dari fisik yang digembleng, helm anti peluru, rompi anti peluru, amunisi yang seabreg untuk pertahanan diri dari bayonet, geranat, sampai senapan otomatis.

Perawat maju ke garis depan “pertempuran” dengan risiko yang tidak kalah dahsyatnya bila terkena ranjau darat yaitu infeksi menular berbekal “amunisi” sarung tangan, masker, alat pelindung diri lain dan pengetahuan tentang pengendalian dan pencegahan infeksi. Cukupkah ? Belum … tentunya harus dibekali dengan kondisi badan yang fit, dukungan nutrisi yang cukup, pengendalian infeksi dan lingkungan dukungan manajemen serta dukungan kesehatan yang memadai.. dan sebagainya ..

Medan pengabdian perawat adalah “medan bersiko” dan “berbahaya”, kelelahan, stress dan tuntutan pelayanan adalah “musuh internal” yang dapat menggerogoti daya tahan tubuh manusia siapapun termasuk perawat.

Kalau seorang prajurit terluka di medan tempur.. pantaskah disalahkan karena seorang prajurit di medan perang adalah berisiko untuk terluka bahkan mati di medan laga.

Kalau seorang perawat sampai terinfeksi suatu penyakit di medan pengabdiannya… pantaskah untuk di salahkan ?

Itu adalah risiko perjuangan yang harus diminimalkan oleh kita semua, itu adalah hal harus kita cegah supaya tidak pernah terjadi. Kalau hal tersebut sampai terjadi adalah bagaimana kita (termasuk manajemen) untuk bertanggung jawab “merawat” dan peduli dengan sebaik-baiknya. Tentunya dukungan “amunisi penuh” (sampai urusan bantuan biaya pengobatan) sangat dibutuhkan.

Pertanyaannya adalah sudah memadaikah amunisi bagi pasukan lini depan pelayanan kesehatan ini, sudah memadaikah “garansi” kalau pejuang lini depan (perawat) ini sampai “terluka” ? Bila seorang prajurit (tentara) terluka terkena ranjau misalnya, dukungan satuannya sangat peduli terhadap anak buahnya. Suatu hal yang patut kita contoh..

Saat ini teman kita masih dirawat di ICU (isolasi), informasi yang terakhir kondisinya sudah mulai membaik. Kita doakan semoga cepat pulih dan sehat kembali.

Kejadian ini mungkin bagi anda yang tidak mengalaminya secara langsung adalah bisa jadi merupakan kejadian yang biasa.

Adalah penting bagi kita memaknai kejadian ini dan melihat ke depan..

Bahwa kita harus peduli dan kita harus memikirkan bagaimana “amunisi” bagi pejuang kita supaya sangat memadai, kita juga harus memikirkan “garansi” ataupun jaminan yang sebaik-baiknya bila kondisi yang tidak diinginkan tersebut terjadi.

Karena saya, anda, dan (perawat) semuanya berisiko untuk terkena “ranjau” di medan pengabdian ini… Semoga kita terhindar dari “ranjau-ranjau” berbahaya ini….

Semoga pembaca berkenan berdoa untuk kesembuhan saudara kita ini…

10 respons untuk ‘Pasukan lini depan risiko segudang.. Memadaikah Amunisinya ?

Add yours

  1. Itu resiko profesi mass..
    Kalo saya tukang listrik PLN, resikonya kesetrum..
    Kalo saya tentara, resikonya ktembak musuh..
    Makanya harus profesional dalam bekerja agar dapat meminimalisir resiko.

    Saya yakin anda tau, standar opersional perawat, agar tidak terkena “Ranjau-ranjau” berbahaya!

  2. Memang senua pekerjaan pasti ada resikonya sekalipun sudah ada SOP yang baku untuk diperlukan suatu tim audit internal yamg berada dalam manajemen resiko yang melakukan tugas keliling setiap hari untu mengecek semua sistem sudah berjalam atau belum ambil contoh pramugari pesawat yang senantiasa menunjukkan aturan keselamatan sekalipun penumpang tidakmau melihat atau tidur tetapi standar nya tetap disosialisasikan terus . sehingga paramedis yang bekerja senantiasa diingatkan terus dengan SOP juga didukug dengan logistik yang sesuai dengan SOP yang diterapkan contoh perawat dalam bekerja harus memaakai masker tapi maskernya gak disediakan atau tempat masker jauh dari tempat aktivitas untuk itu semuanya harus dipikirkan oleh manajemen trims

  3. Comment nya gak mesti ribet! semua pekerjaan di dunia ini sudah pasti ada resikonya…Profesional gak mesti dg kata2…do it. Pokoknya DO THE BEST lah…ya SOP nya dipake yang bener gitu…

  4. Iyah.. saya juga pernah mikirin itu.. padahal profesi saya risikonya masih lebih kecil drpd perawat..
    Makanya Bapak2, Ibu2, optimalkan keselamatan kerja 😀

  5. iya memang itu suda jdi resiko yg hrus dihadapi sbg tim medis…saya jg cemas memikirkan itu…pdhl saya ms kuliah…selalu jd pertanyaan dlm hati saya??klo saya kena inos gmn y???

  6. UNTUK KEDEPANNYA PERAWAT HARUS MENERAPKAN STANDAR PRECAUTIAON YANG BENAR DALAM MERAWAT KLIEN DI RS…GO NURSES…………

  7. Iya ya….itu mmang sebuah resiko pekerjaan…. ” apa cukup hanya terucap segitu thok…?? ” tanpa reaksi apapun ?. Ok mmang bnar klo anda-anda brpendapat setiap pekrjaan ada SOPnya . Helm aja yah yg standar msih bsa dimodifikasi jadi full fice ( rapet., bhs : jawa ) lebih aman ada nilai plus. Yang namanya standar msti dibawah khan….,?? bgitu pula dngan SOP sedangkan keatasnya msih byak ruang smpe mncakar langit….maksudhe kita butuh inovasi baru yg mengacu pd SOP yg ada mungkin dngan adanya pelatihan-2 scara kontinyu dari phak-phak trkait dngan dukungan dri managemen RS maka akan bnyak ditmkan inovasi baru dlm penanggulangan INOS. Diluar saja cuci tangan tanpa air…. ” APA KATA DUNIA ?? “

  8. mau nimbrung,
    karena sy sekarang pasca di unair dan ingin meneliti tentang hubungan perawat yang ikhlas dengan imunitas yang justru OK terhadap infeksi dari pasiennya. tapi belum ketemu ngukur ikhlase perawat dalam bekerja itu gimana. ada yang bisa bantu

Tinggalkan komentar

Atas ↑